Belajar
A.
Pengertian Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut James O. Whittaker
dalam Djamarah (1999), Belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Menurut Djamarah,
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Aspek tersebut dikemukakan oleh
Taksonomi Bloom yaitu sistem klasifikasi tujuan pendidikan yang diajukan
pada tahun 1956 oleh suatu komite pendidik Amerika Serikat yang dikepalai oleh
Benjamin Bloom. Taksonomi ini membagi tujuan pendidikan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Kognitif (Pengetahuan)
kognitif adalah yang mencakup
kegiatan mental termasuk didalamnya bekerjanya organ otak. Segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam kognitif.
Kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Tipe Hasil Belajar Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal
dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll.
Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu
dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau
pemahaman konsep-konsep lainnya.
Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan
seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan
yang bermakna.
Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling
rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar
berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku
bagi semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun
bahasa dan agama. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham
bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat
kalimat (Dharma, 2008).
Ada beberapa cara untuk mengingat dan menyimpan dalam ingatan yaitu teknik
memo, mengurutkan kemudian, dan membuat singkatan yang bermakna. Untuk menyusun
item tes pengetahuan hafalan yaitu tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe benar
salah. Karena lebih mudah menyusunnya, orang banyak memilih tipe benar salah
(Sudjana, 2005:24).
Kata-kata yang biasanya dipakai dalam pertanyaan ingatan adalah
mendefinisikan, menerangkan, mengidentifikasikan, memberi nama, menyusun
daftar, mencocokkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, dan
menamakan. (Rustaman, 2003:40).
2. Tipe Hasil Belajar Pemahaman
Tipe hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan susunan kelimat dengan bahasa sendiri,
memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, menggunakan petunjuk penerapan
pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih
tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak
perlu ditanyakan. sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu
mengetahui atau mengenal.
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori. Tingkat terendah
adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya
dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab, pemahaman
mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih, menerapkan
prinsip-prinsip listrik dalam memasang saklar dll yang sejenis. Tingkat kedua adalah
pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, menghubungkan
pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subjek, dan possesive
sehingga tahu menyusun kalimat (Dharma, 2008). Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat
tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan
seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang
konsekuensi dari suatu kejadian, dapat memperluas presepsi dalam arti waktu,
dimensi, kasus, ataupun masalahnya (Dharma, 2008).
Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu
disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah.
Penyusun tes dapat membedakan soal yang susunannya termasuk subkategori
tersebut, tetapi tidak perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga perbedaan
itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan,
pemanfsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyususunan soal
tes hasil belajar (Dharma, 2008).
Karakteristik soal-soal pemahaman sangat mudah dikenali, tetapi membuat
item pemahaman tidaklah mudah. Item pemahaman dapat disajikan dalam gambar,
denah, diagram, dan grafik. Dalam tes objektis, tipe pilihan ganda dan tipe
benar-salah banyak mengungkapkan aspek pemahaman (Sudjana, 2005:25).
Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan,
memberikan contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menarik inferensi,
membandingkan, dan menjelaskan (Rustaman, 2003:41).
3. Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip,
generalisasi dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam
situasi baru disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada
situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu
situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan
masalah. Situasi bersifat lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak
mustahil bahwa sesuatu itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang
sudah dikenal bagi beberapa orang tertentu. Mengetengahkan problem baru
hendaknya lebih didasarkan atas realitas yang ada di masyarakat atau realitas
yang ada di dalam kehidupan siswa sehari-hari (Dharma, 2008).
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi
ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Menurut Bloom dalam Sudjana (2005:26)
terdapat delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun item tes tentang aplikasi
yaitu:
a.
Menetapkan
prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi yang baru dihadapi
b. Menyusun kembali masalah sehingga dapat menerapkan
prinsip atau generalisasi yang sesuai
c. Memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu
prinsip atau generalisasi
d. Mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari
prinsip generalisasi
e. Menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip
dan generalisasi tertentu.
f. Meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan
prinsip dan generalisasi tertentu.
g. Menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam
menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang
relevan.
h. Menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan
generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
Pertanyaan penerapan sangat umum dijumpai dalam matematika. Kategori
penerapan mencakup mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengungkap,
memodifikasi, menjalankan, membuat ramalan, menunjukkan, memecahkan, dan
menggunakan (Rustaman,2003:42)
4. Tipe Hasil Belajar Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan
suatu kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe
hasil belajar sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa mempunyai
pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah atau memecahnya
menjadi bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya, cara bekerjanya,
maupun dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dikuasai siswa
maka siswa akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif
(Dharma, 2008).
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis meruapakn
kecakapan yang kompleks yang memanfaatkan kecakapan dari tipe pengetahuan,
pemahaman, dan aplikasi. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada
seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara
kreatif (Sudjana, 2005:27).
Menurut Sudjana (2005:27), untuk membuat item tes kecakapan analisis
memerlukan pengenalan berbagai kecakapan yang termasuk klsifikasi analisis
yaitu:
a.
Dapat
mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan
menggunakan kriteria analitik tertentu.
b.
Dapat
meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas
c.
Dapat meramalkan
kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan
kriteria dan hubungan materinya
d.
Dapat
mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria
seperti relevansi, sebab-akibat, dan peruntutan
e.
Dapat mengenal
organisasi, prinsip-prinsip organisasi, dan pola-pola materi yang dihadapinya
f.
Dapat
meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapinya.
Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan analisis yaitu menguraikan,
membuat diagram, membeda-bedakan, mengidentifikasi, menggambarkan, menunjukkan,
menghubungkan, memilih, memisahkan, dan memperinci (Rustaman, 2003:43)
5. Tipe Hasil Belajar Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut
sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir
aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang
satu tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen,
pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui berdasarkan yang sudah
dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen
pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat dipastikan (Dharma, 2008).
Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya kedalam
satu kelompok besar. Kalau analisis memecah integritas menjadi bagian-bagian,
sebaliknya sintesis adalah menyatukan unsur-unsur menjadi suatu integritas yang
mempunyai arti. Berpikir sintesis merupakan sarana untuk dapat mengembangkan berpikir
kreatif. Seseorang yang kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu.
Kreatifitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan
sintesis, siswa dimungkinkan untuk menemukan hubungan kausal, urutan tertentu,
astraksi dari suatu fenomena (Dharma, 2008).
Pertanyaan sintesis adalah pertanyaan tingkat tinggi yang meminta siswa
menampilkan pikiran yang original dan kreatif. Pertanyaan jenis ini menghendaki
siswa menghasilkan komunikasi-komunikasi yang asli, membuat ramalan, dan memecahkan
masalah-masalah (Abimanyu dan Pah, 1985:26).
Berpikir sintesis adalahberpikir divergen. Dalam berpikir divergen
pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit
tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya ke dalam satu kelompok besar.
Mengartikan analisis sebagai memecah integritas menjadi bagian-bagian dan
sintesis sebagai menyatukan unsur-unsur menjadi integritas perlu secara
hati-hati dan penuh telaah. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal
untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu
hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif sering
menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi dengan cara
divergen (Sudjana, 2005:28).
Menurut Sudjana (2005:28), kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa tipe yaitu:
a.
Kemampuan
menemukan hubungan yang unik. Artinya menemukan hubungan antara unit-unit yang
tak berarti dengan menambahkan satu unsur tertentu dan unit-unit tak berharga
menjadi sangat berharga. Contohnya kemampuan mengomunikasikan gagasan,
perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah, dan yang
lainnya.
b.
Kemampuan
menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem
yang diketengahkan.
c.
Kemampuan
mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, hasil observasi menjadi terarah,
proporsional, hipotesis, skema, dan model.
Pertanyaan sintesis menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk
kesatuan. Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan sintesis yaitu
menggabungkan, menyusun, mencipta, merancang, menjelaskan, membangkitkan,
merencanakan, menghubungkan, menyusun kembali, merevisi, menulis kembali,
menyimpulkan, menceritakan, menulis, mengorganisasikan kembali, membuat
modifikasi (Rustaman, 2003:44).
6. Tipe Hasil Belajar Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll.
Oleh karena itu maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar
tertentu. Dalam tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk
frase ”menurut pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang
pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab
variasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk
mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat
harus menyebutkan kriterianya secara eksplisit. Mengembangkan kemampuan
evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan
evaluasi memerlukan kemampuan dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan
sintesis. Artinya tipe hasil belajar evaluasi mensaratkan dikuasainya tipe
hasil belajar sebelumnya (Dharma, 2008) Menurut Sudjana (2005:29), kecakapan
evaluasi seseorang dapat dikategorikan ke dalam enam tipe yaitu:
a. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu
karya atau dokumen
b. Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara
asumsi, evidensi, dan kesimpulan, juga keajegan logika dan organisasinya.
Dengan kecakapan ini diharapkan seseorang mampu mengenal bagian-bagian serta
keterpaduannya.
c. Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang
dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan
d. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan
memperbandingkannya dengan karya lain yang relevan
e. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan
kriteria yang telah ditetapkan
f. Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya
dengan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit.
Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan evaluasi yaitu menilai,
membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, memerikan,
membeda-bedakan, menjelaskan, mempertimbangkan kebenaran, menginterpretasikan,
menghubungkan, menyimpulkan, dan menyokong (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D.,
Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:45).
Tujuan
aspek kognitif berorientasi pada kemampuan
berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur
yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Afektif (sikap)
Afektif
adalah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya
bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta
didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending ( menerima atau
memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya
partisipasi aktif”
3. Valuing (menilai atau menghargai)
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or calue complex
(karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai)
Psikomotor (tindakan)
Arti kata Psikomotorik
berhubungan dengan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses mental dan
psikologi.
Psikomotorik adalah domain atau daerah, wilayah,
ranah yang meliputi perilaku gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan
motorik dan kemampuan fisik seseorang. Keterampilan yang akan berkembang jika
sering dipraktekkan ini dapat diukur berdasarkan jarak, kecepatan, teknik dan
cara pelaksanaan. Dalam aspek psikomotorik terdapat tujuh kategori mulai dari
yang terendah hingga tertinggi:
·
Peniruan
Kategori ini terjadi ketika
anak bisa mengartikan rangsangan atau sensor menjadi suatu gerakan motorik.
Anak dapat mengamati suatu gerakan kemudian mulai melakukan respons dengan yang
diamati berupa gerakan meniru, bentuk peniruan belum spesifik dan tidak
sempurna.
·
Kesiapan
Kesiapan anak untuk bergerak
meliputi aspek mental, fisik, dan emosional. Pada tingkatan ini, anak
menampilkan sesuatu hal menurut petunjuk yang diberikan, dan tidak hanya
meniru. Anak juga menampilkan gerakan pilihan yang dikuasainya melalui proses
latihan dan menentukan responsnya terhadap situasi tertentu.
·
Respon Terpimpin
Merupakan tahap awal dalam
proses pembelajaran gerakan kompleks yang meliputi imitasi, juga proses gerakan
percobaan. Keberhasilan dalam penampilan dicapai melalui latihan yang terus
menerus.
·
Mekanisme
Merupakan tahap menengah dalam
mempelajari suatu kemampuan yang kompleks. Pada tahap ini respon yang
dipelajari sudah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan bisa dilakukan dengan
keyakinan serta ketepatan tertentu.
·
Respon Tampak Kompleks
Ini tahap gerakan motorik yang
terampil yang melibatkan pola gerakan kompleks. Kecakapan gerakan diindikasikan
dari penampilan yang akurat dan terkoordinasi tinggi, namun dengan tenaga yang
minimal. Penilaian termasuk gerakan yang mantap tanpa keraguan dan otomatis.
·
Adaptasi
Pada tahap ini, penguasaan
motorik sudah memasuki bagian dimana anak dapat memodifikasi dan menyesuaikan
keterampilannya hingga dapat berkembang dalam berbagai situasi berbeda.
·
Penciptaan
Yaitu menciptakan berbagai
modifikasi dan pola gerakan baru untuk menyesuaikan dengan tuntutan suatu
situasi. Proses belajar menghasilkan hal atau gerakan baru dengan
menekankan pada kreativitas berdasarkan kemampuan yang telah berkembang pesat.
Psikomotor merupakan
yang berkaitan dengan hasil belajar berupa keterampilan (skill), tahu
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar, psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil
belajar kognitif dengan memahami sesuatu, hasil belajar afektif akan tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku.
Leighbody (1968) berpendapat bahwa untuk
menilai hasil belajar psikomotor mencakup:
- kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
- kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan,
- kecepatan mengerjakan tugas,
- kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
- keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Jadi psikomotor adalah sangat erat sekali berhubungan dengan aktivitas
fisik, misalnya praktek ibadah, lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Hasil belajar keterampilan
(psikomotor) dapat diukur melalui:
- pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung,
- sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
- beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Jadi, belajar adalah proses
serangkaian kegiatan untuk berusaha memperoleh pengetahuan dan dapat
menimbulkan perubahan dalam tingkah laku, kepandaian, dan lain-lain yang
berasal dari pengalaman orang seorang yang berhubungan dengan kognitif,
afektif, dan psikomotor.