Friday, April 17, 2020

Filsafat ilmu tentang Konsep Dasar Ontologi


     
       Kuliah Online Filsafat Ilmu pertemuan yang ke 8 ini membahas tentang " Konsep Dasar Ontologi "  seperti  kuliah yang lalu diharapkan mahasiswa ikut memberikan pemikiran yang didasarkan pada literatur bacaan buku tentang filsafat ilmu serta pemikiran atau pendapat yang lain dari artikel media internet maupun lainnya.
        Untuk memudahkan membaca dan memahami pendapat atau mengungkapkan pikiran yang ditulis dan dituangkan kedalam kolom komentar perlu evaluasi penyajian bahasa, bahwa untuk memberikan penjelasan diharapkan menggunakan bahasa  analisa ilmiah dengan merujuk pada kaidah kebahasaan yang bersifat standar atau baku, sehingga dalam merangkai kata pada satu kalimat itu  harus mengandung makna yang bisa difahami pembaca, yaitu dengan cara membuat struktur kalimat berdasarkan urutan subjek-predikat dan Objek. 

Materi kuliah:


" Konsep Dasar Ontologi"
tentang
 memahami Hakikat mengenai adanya eksistensi. 

Pemikiranya;

     Yang dimaksud dengan Ontologi dalam pengertian secara terminologi yaitu mengkaji tentang hakikat bahwa segala sesuatu yang realitas itu memiliki sifat universal, sifat yang menyeluruh. Diantara sifat itu ada satu sifat yang disebut kebenaran hakiki yang akan menjadi standar kebenaran lain, sedangkan ada pula yang menjelaskan bahwa hakikat  adalah untuk memahami adanya eksistesi.
     Hakekat itu kebenaran yang bersifat mendasar, yaitu tetap tidak pernah berubah sehingga bisa difaralelkan dengan kebenaran yang lain sebagai standar acuan.
    Dalam filsafat, ketika berbicara tentang hakekat itu punya pengertian bersifat terbatas, yaitu hanya sebatas yang bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia atau yang dapat difahami sebatas kemampuannya.
    kemudian Eksistensi menurut Bapak gerakan eksitensialis Kierkegaard bahwa eksistensi manusia itu "ada", tapi bukan "ada" dalam arti "statis" atau dalam keadaan diam, jadi apa pengertian "ada" dalam eksistensi menurut pemikiran kalian.  

Pembahasan;
    
     Apakah kalian punya pendapat lain mencari makna hakikat dan eksistensi yang lain. Hakikat ini seperti apa dalam pengertian dasarnya? apakah memang yang ada di dunia atau segala sesuatu yang ada yang dapat disentuh alat indera itu sudah bisa dikatakan dan termasuk dalam katagori hakikat?
   Kalian sependapat atau tidak apabila sekelompok orang nonton sinetron dengan jalan cerita yang panjang dan berliku akan membuat tafsiran akhir berbeda, mengapa demikian ya? lalu siapa yang tahu maksud dan tujuan dari dari jalan cerita itu? bila ada yang tahu maksud dari sinetron itu berarti dia tahu tentang hakekat, para penonton itu ibarat para filosof yang hanya berupaya meraba raba.
    Tentang kebenaran, ada kebenaran hakiki, ada kebenaran sejati mungkin juga kebenaran palsu, mengapa hidup di dunia ini dihadapkan pada  kebenaran yang berbeda seperti itu, bagaimna dengan pendapatmu.

Catatan;

Yang ikut membahas dan memberikan pendapat pada materi konsep dasar ontologis ini adalah menjadi bukti absensi Mahasiswa Semester II mengikuti kuliah Filsafat Ilmu hari ini.
   


 
Konsep Dasar Ontologi

Istilah ontologi berasal dari bahasa Inggris ‘ontology’, meskipun akar kata ini berasal dari Yunani on-ontos artinya ada keberadaan dan kata logos artinya studi atau ilmu.

Adapula yang menjelaskan bahwa Istilah “ontologi, secara bahasa berasal dari bahasa yunani yaitu, “ontos dan logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud, sedangkan logos berarti ilmu atau teori. Dengan demikian secara bahasa ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud, tentang hakikat yang ada.

Ontologi dalam pengertian terminologisnya adalah kajian tentang hakikat segala sesuatu atau realitas yang ada yang memiliki sifat universal, untuk memahami adanya eksistensi. Jadi antara pengertian etimologi dan terminologi tidak terlalu jauh berbeda, karena arahnya adalah tertuju pada hakikat.

Hakikat itu bisa bermakna sesuatu “hal yang terdalam dari segala suatu atau asal muasal terdalam dari segala suatunya” dan untuk sampai kepada pengetahuan serta pemahaman sesungguhnya tentang “hakikat” menurut pendapat saya, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka seseorang harus masuk ke dunia agama.

Sebagai contoh dari hakekat itu adalah  “kebenaran hakiki”, artinya kebenaran yang bersifat mendasar, tetap, dan tidak berubah, sehingga juga bisa kebenaran hakiki itu diparalelkan dengan “kebenaran yang sebenarnya”, dan sebagai lawanya adalah  “kebenaran palsu” atau sesuatu yang dianggap benar padahal tidak, lawan dari suatu yang tidak hakiki karena sifatnya yang temporer-berubah ubah dari waktu ke waktu serta berubah oleh berbagai situasi dan keadaan, begitu juga yang disebut “kebahagiaan hakikiartinya bisa diparalelkan dengan kebahagiaan yang sebenarnya, ada lagi kebenaran sejati, yang dilawankan dengan ‘kebahagiaan palsu atau semu’, demikian pula dengan adanya berbagai bentuk kesejatian lain seperti ‘keindahan sejati’, ‘cinta sejati’ dls. adanya istilah ‘sejati’ itu menunjukkan adanya ‘yang tidak sejati, yang bukan sebenarnya, yang bukan sesungguhnya, yang bersifat permukaan, bersifat relatif dan temporer’.

Mengenai ‘Ilmu hakikat’ itu adalah jalan menuju kearah pemahaman terhadap ‘yang sejati, yang sesungguhnya, yang tetap, yang tak berubah. Karena itu untuk ilmu hakekat, hanya Allah lah yang bisa memberi gambaran utuh, menyeluruh tentang makna pengertian 'hakikat' artinya, pengetahuan menyeluruh tentang hakikat itu tidak akan dapat manusia peroleh dalam dunia sains maupun filsafat. Sains hanya menelusuri dunia alam lahiriah dan materi saja .

Selanjutnya, Kata eksistensi berasal dari kata Latin Existere, dari kata “ ex “ artinya keluar, “sitere” artinya  membuat berdiri, apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa yang dialami, konsep ini menekankan bahwa sesuatu itu ada.

Dalam konsep eksistensi, adalah suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Satu-satunya faktor yang membedakan setiap hal yang ada dari tiada adalah fakta. Fakta dalam bahasa Latin: factus artinya segala sesuatu yang tertangkap oleh indra manusia atau data keadaan nyata yang terbukti dan telah menjadi suatu kenyataan. Lebih luas lagi Fakta adalah pernyataan yang menampilkan situasi riil dari sebuah masalah ataupun kejadian. Karena hal inilah, bisa dikatakan bahwa kebenaran sebuah fakta itu karena sudah teruji. Di dalam fakta, tidak ada lagi pendapat antara orang yang satu ataupun yang lain, yang ada hanyalah situasi nyata yang memang telah terbukti dan terverifikasi.

Eksistensi manusia adalah tema sentral dalam filsafat eksistensialisme. Eksistensialis Kierkegaard bertanya, apa yang membedakan manusia dengan binatang? Manusia menyadari dan mempertanyakan keberadaannya, eksistensinya. Sementara hewan itu tidak. Disini eksistensi mendahului esensi maksudnya hakikat, inti tentang dirinya. Filsafat seperti ini pada dasarnya adalah protes terhadap pandangan bahwa manusia adalah benda serta tuntutan agar eksistensi personal seseorang harus diperhatikan secara serius.

Setiap hal yang ‘ada’ itu mempunyai eksistensi atau ia adalah suatu eksisten. Dengan demikian menurut Eksistensialis Kierkegaard, menegaskan bahwa yang pertama-tama penting bagi keadaan manusia, yakni keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Ia menegaskan bahwa eksistensi manusia bukanlah ‘ada’ yang ‘statis’ artinya dalam keadaan diam, tidak bergerak, tidak aktif, tidak berubah keadaannya, tetap, melainkanada’ yang ‘menjadi’. Ada dalam arti terjadi perpindahan dari ‘kemungkinan’ ke ‘kenyataan. Apa yang semula berada sebagai kemungkinan berubah menjadi kenyataan. Gerak ini adalah perpindahan yang bebas, yang terjadi dalam kebebasan dan keluar dari kebebasan. Ini terjadi karena manusia mempunyai kebebasan memilih.

Dengan demikian eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti muncul dalam suatu perbedaan, yang harus dilakukan tiap orang bagi dirinya sendiri.

Kierkegaard menekankan bahwa eksistensi manusia berarti berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Maka barang siapa tidak berani mengambil keputusan, ia tidak akan hidup bereksistensi dalam arti sebenarnya.

Menurut Zainal Abidin (2008) Eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Oleh sebab itu, arti istilah kata eksistensi analog dengan ‘kata kerja’ bukan ‘kata benda’.

Eksistensi adalah menjadi milik pribadi secara utuh. Tidak ada dua individu yang identik. Oleh sebab itu, eksistensi adalah milik pribadi, yang keberadaannya tidak bisa disamakan dengan satu sama lainnya.

Dalam Filsafat, ketika berbicara tentang hakikat itu bersifat terbatas, artinya melihat sesuatu yan ada hanya sebatas yang bisa dijangkau oleh akal fikiran manusia dan dapat fahami sebatas pada kemampuannya. Sedangkan hakikat itu dari segala suatunya  sudah berada diluar wilayah logika atau bukan wilayah logika, karena eksistensi keberadaan hakikat tidak dibuat serta tidak ditentukan oleh logika manusia melainkan oleh ketetapan sang pencipta. Sebagai contoh, lagika tentang hakikat manusia itu berasal dari tanah, sedangkan hakikat hidup dan kehidupannya, mati dan kematiannya itu adalah bermakna ujian, maka hal-hal seperti itu tidak ditentukan atau tidak ditetapkan atau dikonsepsikan oleh logika atau oleh dunia sains dan filsafat, melainkan dinyatakan oleh sang pencipta.

Sang  pencipta memiliki serta memegang hakikat dari seluruh yang nampak kedalam pengalaman dunia inderawi dan hakikat demikian dapat didalami serta difahami hanya oleh orang orang yang mau mendalami dan  tentu memegangnya.

Analoginya atau persamaanya; bila sekumpulan orang menonton sebuah sandiwara diatas panggung dengan jalan ceritera yang panjang dan berliku maka tiap penonton kelak  mungkin akan berupaya membuat tafsiran sendiri sendiri atas makna ceritera sandiwara itu, tetapi hakikat yang sesungguhnya dari makna ceritera sandiwara itu ada di tangan sang pembuat ceriteranya dengan kata lain sang pembuat ceritera itulah yang memegang 'hakikat' sesungguhnya dari makna ceritera yang dibuatnya, para penonton ibarat para filosof yang hanya berupaya meraba raba.

Maka persis seperti itulah logika-logika manusiawi seperti yang lahir dari dunia filsafat yang mencoba membuat tafsiran atas berbagai realitas kehidupan, yaitu ibarat para penonton sandiwara yang mencoba membuat tafsiran sendiri-sendiri atas jalan ceritera yang diamatinya tetapi hakikat atas berbagai realitas kehidupan tentu saja dipegang oleh sang penciptanya.

Dengan kata lain, realitas terdalam 'hakikat' dari jalan ceritera sandiwara yang membuat ceritera sandiwara itu bisa eksis diatas panggung ada ditangan sang pembuat ceriteranya dan karenanya sebagaimana juga opini-opini, tafsiran-tafsiran serta filosofi-filosofi manusiawi, maka tafsiran para penonton sandiwara itu kebenarannya bersifat spekulatif, tidak hakiki, karena kebenaran 'hakiki' seputar jalan ceritera sandiwara itu dipegang oleh sang pembuatnya sendiri

Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi adalah kajian filosofis tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa dan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan adalah yang memiliki eksistensi, yaitu yang “ada” itu.

Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang paling kompleks dan paling menyeluruh. Berbicara ontolog dalam ilmu filsafat merupakan hal yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang diteliti, wujud hakiki objek tersebut, hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (berfikir, merasa dan mengindra), dan mendapatkan hasil. (Jujun S. Suriasumantri, 1985:34).

Secara ontologis, ilmu membatasi ruang lingkup keilmuannya hanya daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia.

Menurut Sidi Galjaba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi merupakan tidak selalu berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata.

Dalam ilmu ontologi terdapat juga pengetahuan-pengetahuan yang kita jadikan landasan dengan cara ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.

Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi dasar. Asumsi pertama, menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, karena kegiatan keilmuan bertujuan untuk mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984/1985 : 88), mengatakan bahwa Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang masyarakatkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
sumber : Susanto, A. (2011). FilsafatI lmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.







Thursday, April 16, 2020

Apa psikologi pendidikan itu




     Beberapa minggu yang lalu pernah dishare artikel  tentang  Psikologi Pendidikan sebagai salah satu pustaka yang perlu dibaca dan difahami untuk bahan UTS, itupun hanya untuk bab I saja, kemudian agar jangan terjadi kekosongan kuliah tatapmuka, maka memanfaatkan jaringan teknologi blogger menjadi pilihan kuliah oneline selajutnya.

        Waktu kalian KKM yang sudah berlalu selama satu bulan, untuk mata kuliah psikologi Pendidikan dianggap 5 kali pertemuan, sekarang karena tidak bisa tatapmuka lagi tidak tahun sampai kapan, maka untuk memenuhi jumlah pertemuan yang harus dicapai sebanyak 16 kali pertemuan, kuliah lewat blogger ini dianggap kuliah Online  sebagai Pertemuan ke 6
 

Bahan Kuliah;

    
    Bahan kuliah Psikologi Pendidikan pada pertemuan sekarang ini  sangat sederhana. Adapun judul yang akan kalian bahas adalah sebuah tema yang silabus, yaitu;

 " Apakah Pendidikan itu bila dilihat dari sudut pandang psikologi"

   Judul tersebut perlu pemahaman yang luas dengan membuka literatur baik berupa buku Psikologi Pendidikan maupun artikel yang ada dalam internet yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut kemudian diulas menurut pemikiran mahasiswa.

Pemikiran;
   Sependapatkah kalian sebagai mahasiswa bahwa sekarang ini perkembangan dunia pendidikan, memiliki arti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewsa kepada anak agar ia menjadi dewasa, arti dewasa disini adalah dimaksudkan dapat bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri;
  1. Biologis
  2. Psikologis
  3. Paedagogis, dan
  4. Sosiologis 
    Keempat tanggung jawab itu ada diorang dewasa mengapa sepert itu? lalu Bagaimana kemudian sebagai pendidik sebagai orang dewasa bertanggung jawab kepada orang lain? yaitu anak didik. ayo bahas bersama.


Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau kehidupan yang lebih tinggi dalam arti perubahan mental.

Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, meskipun secara essensial tidak jauh berbeda. Coba bahas pengertian pendidikan tersebut kemudian sandingkan dengan pendapat para ahli yang kalian kenal, adakah perbedaanya.

    Ilmu psikologi ini sering kali dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah atau mencari solusi tepat dalam serangkaian aktivitas manusia yang kompleks didalam pendidikan. Coba bahas oleh kalian sebagai praktisi pendidik sejauhmana peran psikologi dipendidikan.
    Disiplin ilmu psikologi ini meneliti alur pemikiran manusia dimana manusia ada organ tubuh otak dan syaraf yang dapat memengaruhi sikap dan perilaku anak didik, dalam psikologi itu ada alasan bahwa dibalik perilaku adalah tindakan, shingga timbul pertanyaan apa yang ingin dirubah oleh Psikologi sebagai satu disiplin ilmu yang mempelajari lebih dalam lagi mengenai;
  1. mental, 
  2. pikiran, dan 
  3. perilaku manusia.

Catatan;

Dari pokok bahasan tersebut diatas, diharapkan menghasilkan pemikiran mahasiswa, kemudian tuangkanlah hasil pemikiranmu masing-masing kedalam kolom komentar sebagai bukti absensi pertemuan kuliah ke 6

Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22

  Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22 Tulislah identitasmu;    Nama                  :   .................................. So...