Tuesday, May 12, 2020

Tehnik Pembelajaran



Hari Rabu minggu ini sebagai kuliah terakhir bulan Ramadan untuk mata kuliah Model-Model Pembelajaran yang akan membahas tentang;

Tehnik Pembelajaran

Memilih metode pembelajaran yang tepat untuk salah satu mata pelajaran sangat penting sekali sebelum mengajar dimulai, seorang guru harus memikirkan bagaimana cara menyampaikan atau mentranfer bahan ajar kepada murid agar menjadi miliknya, awalnya menempatkan metode yang tepat sesuai dengan mata pelajaran, kemudian pada waktu belajar akan dimulai, guru harus mampu menguasai kelas dengan tehnik pembelajaran,  karena tercapainya tujuan mengajar tergantung kepada penetapan digunakan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh seorang guru untuk dijabarkan kedalam teknik dan gaya pembelajaran.

Bila diurai dengan penjelasan kata, maka dua kata tehnik dan gaya ini akan memberikan gambaran, bahwa Kata Teknik adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen kegiatan yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk memfunsikan satu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Menurut Edward M. Anthony mendefinisikan tehnik adalah suatu cara strategi yang digunakan oleh guru untuk mencapai hasil yang maksimum pada waktu mengajar pada bagian pelajaran tertentu.

Sedangkan kata Gaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gaya adalah kesanggupan untuk berbuat terhadap suatu yang akan dikerjakan, jadi gaya dalam mengajar adalah menjadi sifat yang melekat dari kebiasaan seorang guru dalam mengajar, dan gaya dalam mengajar itu adalah mengaktualisasikan inovasi sifat dari kebiasaan seorang guru dalam mengaja.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa teknik pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil yang optimal.

Teknik pembelajaran ditentukan berdasarkan metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan yang dianut. Dengan kata lain. pendekatan menjadi dasar penentuan teknik pembelajaran. Dari sutu pendekatan itu dapat diterapkan teknik pembelajaran yang berbeda-beda pula.

Sekarang bagaimana bila kalian mengajar bahasa indonesia, apa yang dilakukan pada waktu mengajar mengenai;

  1. Teknik pembelajaran menyimak
  2. Teknik pembelajaran berbicara
  3. Teknik pembelajaran membaca
  4. Teknik pembelajaran menulis
     Seperti biasa bagi yang memberikan pendapat dikolom komentar sebagai bukti kehadiran kuliah yang ke 11









Friday, May 8, 2020

Konsep dasar aksiologi

Mari kita kuliah Filsafat Ilmu lagi untuk pertemuan yang ke 10 dengan membahas tentang;

Konsep dasar Aksiologi

Bila dipandang dari sudut bahasa atau etimologi,  Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu atau yang berarti teori tentang nilai.Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Aksiologi adalah juga suatu asas mengenai cara begaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologi diperoleh dan disusun. Menurut kamus “The Random House Dictionary of the English Language”: Dari aksiologi secara garis besar muncullah cabang-cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup manusia yang berkaitan dengan nilai, etika, estetika. 


Nilai

Konsep nilai merupakan komplemen, artinya sesuatu yang melengkapi atau menyempurnakan dan sekaligus menjadi atau sebagai lawan konsep fakta. Fakta adalah pernyataan yang menampilkan situasi riil dari sebuah masalah ataupun kejadian. Karena hal inilah, bisa dikatakan bahwa kebenaran sebuah fakta yang sudah teruji. Di dalam fakta, tidak ada lagi pendapat antara orang yang satu ataupun dengan yang lain. Yang ada hanyalah situasi nyata yang memang telah terbukti dan terverifikasi.


Dalam filsafat memang hanya mengetahui tentang apa itu fakta, akan tetapi dalam memandang fakta harus pula dibarengi dengan mencari nilai, disinilah kebenaran fakta akan teruji sehingga menhasilkan kebenaran nilai. Nilai adalah anggapan seseorang terhadap sesuatu hal yang berkarakteristik abstrak, namun hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan dalam bermasyarakat. Nilai erat kaitannya dengan tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia kepada lingkungan sekitar. Secara umum, nilai dapat didefinisikan sebagai suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Contohnya memberikan pertolongan kepada orang dalam kesulitan itu merupakan proses adaptasi yang dilakukan manusia dalam wujud melakukan sosialisasi antara masyarakat, pertolongan ini akan memberikan penilaian yang baik. Sedangkan mencuri itu satu perbuatan mengambil milik orang lain dan terhadap pencuri akan di dorong untuk dihukum lantaran merugikan pihak lainnya sehingga akan dapat penilaian orang banyak menjadi satu perbuatan yang buruk. 
Contohnya di atas, dapat disimpulkan bahwasanya nilai itu akan berdampak beranekaragam bentuknya, yang tidak bisa saling terkaiat satu sama lainnya. Akan tetapi hubungan proses penilaian juga akan terlihat pada tindakan sosial yang dilakukan manusia.

Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan ilmu pengetahuan karena kemampuan berfilsafatnya. 
Manusia dengan mengetahui normanya maka manusia mampu mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang indah dan yang jelek. Nah! disitulah secara terus menerus manusia akan dihadapkan dalam menjalani hidupnya untuk menerima berbagai pilihan.

Perilaku manusia tersebut sangat berhubungan erat dengan nilai. Semua yang dikerjakan manusia dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai.
Pada pembahasan aksiologi ini, maka manusia akan berfikir “apakah yang saya melakukan ini pantas atau tidak?” atau muncul pertanyaan “apakah benda itu bernilai karena kita menilainya, ataukah kita menilainya karena benda itu bernilai?”.



Etika

Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya.

Normatif asal katanya dari norma, norma adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan dimasyarakat. Orang yang ingin hidup harmonis maka wajib mematuhi aturan atau ketentuan tersebut jika tidak ingin mendapatkan sanksi baik hukum atau sosial.

Pengertian norma sendiri adalah tatanan atau pedoman yang diciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang sifatnya memaksa atau manusia wajib tunduk pada peraturan tersebut.

Jadi Etika adalah  suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk.

Ada juga yang menyebutkan pengertian etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat.

Contoh Etika

  1. Mengucap salam saat bertamu ke rumah orang lain.

  2. Mencium tangan kedua orang tua ketika akan beraktivitas.

  3. Membuang sampah di tempat sampah.  

  4. Memohon maaf ketika melakukan kesalahan.


Estetika


Estetika” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “aestheticus” atau bahasa Yunani  “ aestheticos ” yang memiliki arti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera manusia. Ada orang yang menyebutkan  arti estetika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan yang terdapat di dalam seni dan alam semesta.

Contoh estetika, Lukisan memiliki nilai estetika yang tinggi, maka dari itu banyak yang tertarik untuk membeli lukisan tersebut meskipun harga lukisan sangat mahal.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa estetika sangat berkaitan dengan perasaan manusia, khususnya perasaan yang indah atau perasaan positif. Keindahan yang dimaksud di sini bukan hanya sesuatu yang dapat dilihat bentuknya, tapi juga makna atau arti yang terkandung di dalamnya. 
Agama


Lalu kemudian, Agama juga adalah membicarakan tentang norma untuk dilaksanakan oleh seluruh umat manusia berbuat baik sesuai dengan norma yaitu pengabdian kepada Allah, Rosul dan sesama manusia, nah! disinilah yang akan menjadi bahasan bagi mahasiswa adalah esensi agama itu apakah termasuk filsafat yang dibahas dalam aksiologi?
Kembali lagi ke aksiologi, banyak yang dipertanyakan oleh Jujun S. Suriasumantri (1985 : 34-35) Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?. Pertanyaan ini perlu dijawab oleh kalian mahasiswa berdasarkan pendapat yang lain atau pikiran sendiri berdasarkan bacaan lterasi?
 Ayolah mahasiswa semester 2 yang ikut membahas dan memberikan pendapat tentang konsep dasar aksiologi ini termasuk mahasiswa yang cerdas membuka wawasan keilmuan, kemudian dimasukan dalam kolom komentar akan menjadi bukti ikut kuliah pertemuan ke 10.


 Penjelasan lebih lanjut
tentang
Konsep Dasar Aksiologi



Bila dipandang dari sudut bahasa atau etimologi,  Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu yang berarti teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai

Aksiologi adalah asas mengenai cara begaimana menggunakan ilmu pengtahuan yang secara epistemologi diperoleh dan disusun. Menurut kamus “The Random House Dictionary of the English Language”: aksiologi adalah merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai, etika, estetika.



1.    Nilai

Konsep nilai merupakan komplemen, artinya sesuatu yang melengkapi atau menyempurnakan dan sekaligus menjadi atau sebagai lawan konsep fakta. Fakta adalah pernyataan yang menampilkan situasi riil dari sebuah masalah ataupun kejadian. Karena hal inilah, bisa dikatakan bahwa kebenaran sebuah fakta yang sudah teruji. Di dalam fakta, tidak ada lagi pendapat antara orang yang satu ataupun dengan yang lain. Yang ada hanyalah situasi nyata yang memang telah terbukti dan terverifikasi.

Dalam filsafat memang hanya mengetahui tentang apa itu fakta, akan tetapi dalam memandang fakta harus pula dibarengi dengan mencari nilai, disinilah kebenaran fakta akan teruji sehingga menhasilkan kebenaran nilai. Nilai adalah anggapan seseorang terhadap sesuatu hal yang berkarakteristik abstrak, namun hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan dalam bermasyarakat. Nilai erat kaitannya dengan tindakan sosial yang dilakukan oleh manusia kepada lingkungan sekitar. Secara umum, nilai dapat didefinisikan sebagai suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Contohnya memberikan pertolongan kepada orang dalam kesulitan itu merupakan proses adaptasi yang dilakukan manusia dalam wujud melakukan sosialisasi antara masyarakat, pertolongan ini akan memberikan penilaian yang baik. Sedangkan mencuri itu satu perbuatan mengambil milik orang lain dan terhadap pencuri akan di dorong untuk dihukum lantaran merugikan pihak lainnya sehingga akan dapat penilaian orang banyak menjadi satu perbuatan yang buruk. Contohnya di atas, dapat disimpulkan bahwasanya nilai itu akan berdampak beranekaragam bentuknya, yang tidak bisa saling terkaiat satu sama lainnya. Akan tetapi hubungan proses penilaian juga akan terlihat pada tindakan sosial yang dilakukan manusia.

Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan.

Perilaku manusia sangat berhubungan dengan nilai. Semua yang dikerjakan manusia dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai. Salah satu kajian di dalam filsafat adalah aksiologi. Pada pembahasan aksiologi ini, maka manusia akan berfikir “apakah yang saya melakukan ini pantas atau tidak?” atau muncul pertanyaan “apakah benda itu bernilai karena kita menilainya, ataukah kita menilainya karena benda itu bernilai?”.



2.   Etika

Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “Ethikos” yang artinya timbul dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini etika memiliki sudut pandang normatif dimana objeknya adalah manusia dan perbuatannya.

Norma adalah ketentuan yang mengatur tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat. Orang yang ingin hidup harmonis maka wajib mematuhi aturan atau ketentuan tersebut jika tidak ingin mendapatkan sanksi baik hukum atau sosial.

Pengertian norma sendiri adalah tatanan atau pedoman yang diciptakan manusia sebagai makhluk sosial yang sifatnya memaksa atau manusia wajib tunduk pada peraturan tersebut.

Jadi Etika adalah  suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk.

Ada juga yang menyebutkan pengertian etika adalah suatu ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia di dalam pergaulannya dengan sesama yang menyangkut prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang benar. Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat. Contoh Etika;

  1. Mengucap salam saat bertamu ke rumah orang lain. 
  2. Mencium tangan kedua orang tua ketika akan beraktivitas.
  3. Membuang sampah di tempat sampah. 
  4. Memohon maaf ketika melakukan kesalahan.



3.   Estetika

Estetika” secara etimologis, berasal dari bahasa Latin “aestheticus” atau bahasa Yunani “aestheticos” yang memiliki arti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera manusia. Ada orang yang menyebutkan  arti estetika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang keindahan yang terdapat di dalam seni dan alam semesta.

Contoh estetika, Lukisan memiliki nilai estetika yang tinggi, maka dari itu banyak yang tertarik untuk membeli lukisan tersebut meskipun harga lukisan sangat mahal.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa estetika sangat berkaitan dengan perasaan manusia, khususnya perasaan yang indah atau perasaan positif. Keindahan yang dimaksud di sini bukan hanya sesuatu yang dapat dilihat bentuknya, tapi juga makna atau arti yang terkandung di dalamnya.

Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Yaitu bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends).

Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang baik terindefikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should).

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1985 : 34-35) Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?.

Pada dasarnya ilmu pengetahuan harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.

Aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.

Secara etimologis aksiologi berasal dari kata axia (nilai, value:inggris), dan logos (perkataan, pikiran, ilmu). Untuk itu, aksiologi berarti ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.

Menurut Theodore Brameld (20 Januari 1904 - 1987) adalah seorang filsuf dan pendidik terkemuka yang mendukung filosofi pendidikan rekonstruksi sosial. Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value) yang dibedakan dalam tiga bagian, yaitu;

1.   Moral Conduct, tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.

Banyak perbuatan manusia terkait dengan tindakan baik dan buruk, tapi tidak semua tindakan adalah terkait  baik dan buruk dari segi etika. Misalnya menggaruk kepala dengan tangan kiri, tidak ada kaitannya dengan moralitas.  Menerima gaji, menggunakannya terlebih dahulu untuk hobi atau kesenangan bersama teman-teman dan baru memberi sisanya pada isteri,  ini terkait moral.  Karenanya,  disebut tindakan moral. 

Jadi, tindakan moral adalah perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja dan terkait dengan penilaian baik dan buruk.  Inilah yang dipersoalkan oleh etika. 

Sejauh ini kesimpulanya  adalah:  manusia dapat menentukan tindakan, ia  dapat memilih tindakannya. Namun,  yang dinilai etika hanya tindakan yang terkait  moral,    dan disebut sebagai tindakan moral.  Manusia dengan kehendak bebas dapat melakukan pilihan moral.

Dalam pada itu  diakui adanya suatu situasi yang mungkin mengurangi atau bahkan  menghilangkan kehendak bebas. Faktor internal dalam diri manusia, misalnya:  ketakutan, kegelisahan, kebingungan, nafsu, dan kebiasaan. Semua ini menyulitkan kehendak mengadakan pilihan. Ingin berhenti merokok atau bangun pagi, misalnya. Walau telah  memilih untuk berhenti merokok atau bangun lebih pagi, nyatanya tetap merokok dan bangun siang. Hakikatnya, suatu kebiasaan harus diganti dengan kebiasaan baru. Tanpa itu, kebiasaan lama tidak akan berubah, betapa pun menginginkannya. 

Jadi, kebiasaan bangun siang harus diganti dengan kebiasaan bangun pagi. Tanpa menumbuhkan kebiasaan baru untuk bangun pagi, dijamin akan tetap berada pada kebiasaan lama: bangun siang. Artinya, apa pun juga, pilihan kehendak bebas tetap ada  pada diri Anda, bukan?

Sedangkan faktor eksternal yang mungkin menghambat kehendak bebas, misalnya: intimidasi, ancaman, paksaan, siksaan fisik maupun mental, atau penyakit.

Masalahnya, sebagaimana diungkap,  tindakan manusia sangat beragam. Namun tindakan moral hanya terkait pada penilaian baik-buruk  perbuatan dari segi etika: Anda menemukan dompet di taman, akankah Anda kembalikan dompet itu dengan utuh?  Anda seorang dokter, akankah Anda lakukan aborsi atas gadis itu? Anda seorang wartawan, akankah Anda beritakan peristiwa itu? Setiap pagi ibu Anda yang sakit harus diradioterapi dan tidak ada yang mengantarnya ke rumah sakit, haruskah Anda tetap bangun siang dan ketika dibangunkan menyampaikan “pesan kemarahan”, verbal maupun nonverbal?

Dalam melakukan perbuatannya, manusia bebas melakukan pilihan. Tanpa kebebasan, tidak ada kesengajaan, tidak ada penilaian moral dari segi etika. Sebaliknya, dalam kesengajaan, ada penilaian moral atau disebut juga penilaian etis. 

Dalam tindakan yang sengaja itu, dalam hubungan antarmanusia, ia terkait dengan hak dan kewajiban:   apakah hak Anda untuk bangun siang ataukah kewajiban Anda untuk bangun pagi guna mengantarkan ibu ke rumah sakit? 

Maka, penilaian moral  diartikan sebagai penilaian atas suatu tindakan moral.  Dalam hal ini, yang menilai adalah budi manusia,  dan yang  memutuskan serta menghakimi adalah hatinurani. Artinya, alat yang berfungsi sebagai penilai moralitas  adalah budi dan diputuskan oleh hatinurani manusianya sendiri.

2.   Esthetic Expression, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika.

Ekspresi merupakan pengungkapkan atau proses menyatakan sesuatu yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan, dan sebagainya. Ekpresi atau menyatakan ungkapan senang atau tidak senang adalah ekspresi atau ungkapan yang diucapkan ketika merasa senang dan bahagia atau sebalikan ketika tidak menyukai atau tidak senang dengan suatu hal.

Sedangkan keindahan dalam arti physical hanya dapat dimengerti oleh seseorang melalui proses keterlibatan perasaan dan penalarannya terhadap proses dan hasil karya seni itu. Kehadiran sesuatu yang indah dalam hidup seseorang akan membuat hidupnya demakin berwarna begitu juga dengan sebuah karya seni bila ada sebuah keindahan akan membuat apresiator merasa berwarna dalam menikmati karya tersebut. (sarwana 09.blogspot.co.id).

Jadi ekspresi keindahan ini adalah satu ungkapan perasaan  yang menyatakan bahwa ada sesuatu yang disentuh lewat alat indera itu mengandung karyaseni yang dapat membangkitkan perasaan daya tarik dan ketenteraman emosional. Karena itu ekspresi keindahan adalah pengalaman subyektif, sering dikatakan bahwa beauty is in the eye of the beholder atau "keindahan itu berada pada mata yang melihatnya.



3.   Socio-political Life, kehidupan sosial politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.

Istilah sosial politik terdiri berasal dari dua kata, yaitu sosiologi dan politik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat, kelompok – kelompok sosial, dan tingkah laku individu baik individual maupun kolektif dalam konteks sosial. Politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan sebagai konsep inti. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, dan komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional.

Sosial dan politik mempunyai hubungan dan ketekaitan yang sangat erat. Seperti yang kita ketahui, bahwa dunia politik pasti berkenaan dengan dunia sosial masyarakat. Masyarakat menjadi penghubung antara sosial dan politik itu sendiri. Di dalam kegiatan politik, kita tidak bisa lepas dari partisipasi masyarakat karena masyarakatlah yang menjadi pelaku politik tersebut. Begitu juga sebaliknya, dalam kehidupan sosial kita tidak bisa lepas dari unsur – unsur politik. Contoh kehidupan sosial politik ini dapat dilihat kehidupan dimasyakat yaitu gotong royong, kerja bakti bersama, kematian dan pemilihan pemimpin lingkungan masyarakat.

Aksiologi diartikan juga sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh, pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus, seperti epistimologi, etika dan estetika.

Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai, sehingga kegunaan aksiologi ini sbb;

1.  Aksiologi merupakan Nilai Kegunaan Ilmu

Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa aksiologi merupakan dimensi yang berkaitan dengan ilmu dan moral, atau nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab sosial ilmuan. Karena itu, salah satu aspek pembahasan tentang integrasi keilmuan tidak dapat lepas dari kajian aksiologi ilmu.

Karena kegunaan ilmu tidak lepas dari kepentingan manusia, artinya ilmu harus membawa dampak positif bagi manusia. Bukan sebaliknya membawa petaka bagi manusia. Sebagaiman ungkapan Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun. S. Suriasumantri bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan”. Pada titik ini layak kita mempertanyakan apakah kekuasaan itu merupakan berkah atau justru petaka bagi umat manusia? Meskipun ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, dan memiliki sifat netral sehingga ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk, namun semuanya tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.Oleh karena itu, nilai kegunaan ilmu yang dapat dilihat pada kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:

a.  Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran: jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.

b.  Filsafat sebagai pandangan hidup: filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.

c.   Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah: dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebi enak bila masalah-masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, muai dari cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas, penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak bergantung ada pendapat individu, melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran mansia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki adal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Bagaimana dengan objetivitas ilmu sudah menjadi ketentuan umum bahwa ilmu harus bersifat onjektif. Salah satu faktor yang membedakan antara pernyataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada onjektifitasnya, seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologi, agaman dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja, dia hanya tertuju kepada roses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif yang ada.



2.  Moralitas Sebagai Dasar Pijakan Manusia

Hal mendasar yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam membicarakan pembenaran moral, adalah persoalan yang berkenaan dengan pertanyaan bagaimana seseorang daoat hidup dengan cara yang baik setiap saat. 
Mengingat bahwa manusia itu terlahir dalam keadaan “baik”, sehingga menjadi tugasnya untuk selalu mempertahankan kebaikan tersebut terutama dalam hubungan sosialnya. Maka tanggung jawab terutama dari eksistensinya di dunia adalah bagaimana memfungsikan dirinya sedemikian rupa agar dapat meraih nilai-nilai moral menjadi miliknya yang sejati, sehingga ia pantas disebut sebagai manusia.Penerimaan sebuah nilai, erat kaitannya dengan upaya-upaya rasional manusia dalam mencari pembuktian-pembuktian yang meyakinkan dirinya atau kebenarannya, sehingga ia menemukan pegangan hidup yang akan menuntun dirinya menjalani keidupannya di dunia. Sehingga dengan cara demikian ia pun dapat hidup dengan cara yang baik dan pantas setiap saat.Oleh karena itu, pertanyaan spesifik yang diajukan adalah: seperti apa “yang baik” atau “yang tidak baik”, dan “yang pantas” serta “ yang tidak pantas” itu? Pertanyaan-pertanyaan ini berkenaan dengan alasan-alasan dan motif-motif seseorang dalam melakukan tindakan moral. Ketika seseorang melihat tindakan moral dalam konteks produk dari sebuah perilaku, maka dalam hal ini ia melihat pembenaran moral dalam konsekuensi sebuah tindakan. Mereka dalam hal ini melihat bahwa tidak ada suatu yang bernilai “baik” akan melahirkan kejahatan, dan sebaliknya bahwa tidak akan ada suatu yang bernilai “jahat” akan melahirkan kebaikan. Sebaliknya, bagi mereka yang berkeyakinan bahwa perilaku moral dapat dilihat dari nilai-nilai yang ada pada proses, dengan mengatakan jika suatu tindakan dilalui dengan penuh pertimbangan dan procedural, maka akan melahirkan produk moral. Sebaliknya, apabila sebuah tindakan tidak melalui proses dan prosedur moral, makan akan terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam berperilaku, sehingga dengan demikian moralitas selalu tampil dalam berbagai sendi, baik dalam proses maupun dalam produk. Standar moral manusia banyak ditentukan oleh tingkat perkembangan sosialnya, intelegensinya dan ilmu pengetahuan yang berkembang. Moralitas tumbuh dan berkembang dalah kehidupan manusia sebagai pembuka bagi kehidupan yang lebih maju ke arah keidupan yang membahagiakan dan enuh makna. Oleh karena itu, problem moral bukan sekedar masalah moral itu sendiri, tetapi juga menyangkut persoalan sosial, ekonomi dan juga polotik. Pra pemikir moral banyak memberikan jawaban atas pertanyaan diatas, seperti yang tergabung dalam aliran deontologis, ojektif dan non-naturalistik dan yang termasuk dalam aliran teleologis, subjektif dan naturalistik yang kesemuanya memiliki epistemologi yang berbeda dalam memberikan jawaban atas pembenaran nilai-nilai moral.







sumber : Susanto, A.(2011). Filsafat Ilmu.Jakarta: PT Bumi Aksara.















Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22

  Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22 Tulislah identitasmu;    Nama                  :   .................................. So...