Wednesday, December 30, 2020

Cara pandang Islam dalam pendidikan

 

Cara pandang Islam dalam pendidikan

Islam

Islam memiliki cara pandang tersendiri dalam masalah pendidikan, yaitu sampai dengan sekarang ini masih menganggap ada pembedaan dan pemisahan antara yang dianggap sakral dengan yang profan yang artinya dunia, antara dunia dan akhirat.

Cara pandang yang memisahkan antara yang satu dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi, yaitu pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan antara sakral dengan profan.

Cara pandang tersebut bukan saja mempengaruhi proses pendidikan tetapi bagaimana orientasi pendidikan islam yang seharusnya dicapai. Untuk itu perlu kiranya mengetahui bagaimana pendidikan islam sebagai langkah untuk menghasilkan pelajar atau peserta didik yang sesuai dengan islam.

Sakral dan profan

Yang menarik untuk dijelaskan disini adalah tenang “sakral dan profan” yang lazim dijumpai dalam berbagai kajian ilmu sosial, filsafat, dan agama.

Secara populer sakral itu artinya suci, disucikan, atau dianggap suci, sedangkan profan bermakna sebaliknya yaitu tentang dunia. Contoh paling sederhana, ada dua buku tebal, yang satu kitab suci, satunya lagi buku akademis.

Buku pertama dianggap sakral, yang lain profan. Tentu saja sakralitas sebuah entitas berkaitan dengan kepercayaan dan iman seseorang. Kitab Injil dan Alquran bagi pemeluk Nasrani dan Islam diyakini sakral sehingga disebut kitab suci, tetapi bagi orang ateis dianggap profan.

Pendangan bagi muslim, bangunan Ka’bah dan batu hitam (hajar aswad) yang melekat di tembok Ka’bah, Mekkah, dianggap sakral, suci, bukan bangunan sembarangan dan bukan sembarang batu biasa. Ka’bah itu bahkan disebut baitullah dan hajar aswad itu simbol tangan Tuhan.

Secara tekstual, baitullah berarti rumah Allah. Apakah berarti rumah milik Allah ataukah Allah bertempat di situ? Tentu bukan begitu maknanya. Semua langit dan bumi seisinya adalah milik Allah.

Di dalam bangunan itu terkandung konsep sakral, karena bangunan itu dianggap sesuatu yang disucikan. Ka’bah memiliki derajat kesucian istimewa karena semua bangunan masjid oleh umat Islam juga disebut tempat suci.

Contoh lain yang sakral dan yang profan misalnya gerakan salat dan senam. Keduanya sama-sama gerak tubuh secara teratur dan terstruktur, gerakan salat itu dianggap suci, tetapi untuk senam tubuh diposisikan sebagai budaya yang bersifat profan.

Jadi yang disebut sakral itu selalu dikaitkan dengan keyakinan dan ritual keagamaan, sedangkan yang profan masuk pada kategori kebudayaan. Keduanya secara teori dan konsep bisa dibedakan, tetapi pada praktik dan kenyataannya sesungguhnya tidak bisa dipisahkan antara yang sakral dan yang profan, antara agama dan budaya.

Bangunan masjid, misalnya, sejak dari bahan, arsitektur, karpet, menara, dan seluruh wujud fisiknya adalah fenomena budaya yang tidak ubahnya seperti bangunan rumah. Hanya saja oleh masyarakat menyepakati bahwa mesjid itu adalah tempat suci, di mana yang tadinya sebagai entitas budaya disakralkan sebagai instrumen tempat kegiatan keagamaan.

Begitu pula bagi seorang santri terhadap bahasa Arab yang asalnya dari bahasa budaya orang arab, ketika dipinjam atau dipilih Allah untuk mewadahi wahyu yang diterima Nabi Muhammad dalam bahasa arab, sehingga bahasa Arab dari sejak saat itu disakralkan, maka disini terjadi sakralisasi budaya.

Kemudian ada lagi proses sakralisasi orang muslim dan muslimah ini kadang melewati batas proporsinya. Misalnya model pakaian gamis budaya Arab yang dikenakan Nabi pada waktu itu oleh sebagian orang disakralkan, dianggap sebagai pakaian keagamaan.

Bahkan mengenakan gamis model Arab diidentikkan dengan mengikuti sunah Rasulullah, padahal sejatinya adalah fenomena budaya, bukan agama, pakaian itu masuk dalam wilayah profan, bukan sakral. Karena dulu orang-orang kafir yang memusuhi Rasulullah juga menggunakan pakaiannya yang sama, yaitu busana gamis.

Jadi bagi mereka yang menganut paham sekularisme, semua yang ada ini profan, sekuler, duniawi, tidak ada kualitas ilahi di dalamnya. Tapi ada pula yang membedakan antara entitas sakral, yang suci atau disucikan, dan entitas yang duniawi, sekuler, yang masuk ranah budaya.

Makanya ada ungkapan, yang agama jangan dibudayakan, yang budaya jangan diagamakan. Lebih ekstrem lagi, sesungguhnya yang suci secara absolut itu hanyalah Allah semata. Selain Allah dianggap suci atau disucikan karena menjadi instrumen dalam peribadatan untuk memuji dan menyucikan Allah.

Meski begitu, jika ditarik pada tataran kesadaran dan perilaku batin orang beriman, semua tindakan yang diniati sebagai sujud dan berserah diri kepada Tuhan adalah suci. Bekerja mencari rezeki (uang) juga tindakan sakral karena menjalankan perintah Tuhan. Apa pun kegiatannya yang dimaksudkan dan diarahkan sebagai amal saleh adalah suci, sebagai ibadah, tidak semata salat.

Pemisahan antar ilmu dan agama hendaknya segera dihentikan dan menjadi sebuah upaya penyatuan keduanya dalam satu sistem pendidikan integralistik. Namun persoalan integrasi ilmu dan agama dalam satu sistem pendidikan ini bukanlah suatu persoalan yang mudah, melainkan harus atas dasar pemikiran filosofis yang kuat, sehingga tidak terkesan hanya sekedar tambal sulam.

Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan “kerangka dasar filosofis pendidikan” yang sesuai dengan ajaran Islam, kemudian mengembangkan secara “empiris prinsip-prinsip” yang mendasari terlaksananya dalam konteks lingkungan (sosio dan kultural) Filsafat Integralisme adalah bagian dari filsafat Islam yang menjadi alternatif dari pandangan holistik artinya secara keseluruhan, pandangan holistik ini berkembang pada era postmodern di kalangan masyarakat barat.

Cara pandang atau cara berfikir holistik adalah upaya untuk memahami sesuatu secara utuh menyeluruh dan tidak terpecah belah, tidak parsialistik, tidak terkotak kotak kedalam pandangan yang partikularistik atau mengutamakan kepentingan pribadi, dan itu ibarat upaya merangkai potongan potongan puzzle atau permainan anak untuk menemukan rahasia gambar yang utuh-menyeluruh.

Post modern adalah masa dimana suatu hal dapat mudah sekali terganti dengan suatu hal yang baru jika hal tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan hal yang yang lain.  Semua nilai hanya akan terdapat pada rasa, dalam artian pada Post modern ini apa pun bisa terjadi misalnya melihat sesuatu bagi seorang musisi akan menjadi seni, begitupun bagi seorang guru apa yang dilihat akan menadi pendidikan, dan lain lain.

Dengan demikian membahas mengenai Masalah Pendidikan Islam, Solusi Masalah Pendidikan Islam, Faktor Ketertinggalan Pendidikan Islam menjadi bahan acuan dalam perbaikan pendidikan islam.

 

Pendidikan Islam pada oreantasi filsafat

Filsafat bermula dengan beragam pertanyaan yang mendasar seperti;

- Apa,

- Mengapa,

Bagaimana tentang hal-hal tersebut terjadi dan terbentuk?

Tanpa ada pertanyaan, maka aktivitas filsafat tidak akan terjadi. Misalnya saja pertanyaan tentang;

- Apa dan Siapa Tuhan,

- Apa dan Siapa Manusia?

Semuanya akan dijawab oleh aktivitas filsafat.

Filsafat adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah mendasar dari segala hal. Filsafat berusaha untuk membongkar realitas secara mendalam mengenai dasar-dasar terbentuknya, hal-hal prinsip yang membuat realitas ada, dan menjadi pandangan hidup atau pandangan seseorang dalam melihat realitas tersebut.

Pada awalnya filsafat hanya berbicara mengenai realitas yang nampak saja seperti benda-benda di alam dan manusia. Filsafat berkembang menjadi pembicaraan tentang hal-hal yang abstrak dan tidak terlihat. Hal abstrak ini biasanya seperti nilai-nilai, ide, pemikiran, dan sistem di masyarakat. Adanya filsafat yang berupa realitas abstrak maka mulai muncul pemikiran-pemikiran dari filsafat yang akhirnya menjadi landasan sebuah kehidupan di masyarakat atau menjadi cara pandang hidup seseorang.

Menurut Dr. Dardiri, dalam bukunya Humaniora, Filsafat, dan Logika, disebukan bahwa cabang-cabang filsafat adalah sebagai berikut :

    Metafisika, filsafat yang berkenaan dengan membongkar hal-hal yang ada di luar objek. Misalnya berkaitan dengan fungsi, manfaatnya, sebab munculnya, atau bagaimana terbentuknya

    Epistemologi, filsafat yang berkenaan dengan bagaimana seseorang menghasilkan pemikiran atau pengetahuan tertentu

    Metodologi, Filsafat yang berkenaan dengan cara seseorang dalam melakukan penelitian atau pemeriksaan pemikiran atau menghasilkan pengetahuan

    Estetika, Filsafat yang berkenaan dengan nilai keindahan suatu realitas

    Etika, Filsafat yang berkenaan dengan nilai baik atau buruk suatu perilaku

    Logika, Filsafat yang berkenaan dengan valid atau tidaknya suatu pernyataan atau pemikiran diambil kesimpulan

 

Filsafat Pendidikan Islam Menurut Ilmuwan

Pendidikan adalah proses dimana seseorang mendapatkan suatu pengajaran, proses pembelajaran yang outputnya adalah adanya perubahan baik dalam hal pengetahuan, perilaku, ketrampilan, keahlian, atau cara pandang terhadap sesuatu. Pendidikan bertujuan agar siswa didik atau orang yang didik mendapatkan suatu perubahan signifikan dalam hidupnya untuk bisa melakukan hal-hal yang dituju dengan benar.

Ada beberapa ilmuwan yang berbicara dan menyatakan teorinya tentang filsafat pendidikan islam. Diantaranya adalah sebagai berikut :

Menurut Muhammad As-Said, pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang punya karakteristik dan sifat keislaman, yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran Islam.

Menurut Fatah Yasin mengutip pendapat dari HM. Arifin, ilmu pendidikan Islam adalah teori, konsep dan atau pengetahuan tentang pendidikan yang berdasarkan Islam.

Menurut Sudiyono, pendidikan Islam sebagian ada yang menitikberatkan pada segi pembentukan akhlak anak, sebagian lagi menuntut pendidikan teori dan praktik, dan sebagian lainnya menghendaki terwujudnya kepribadian muslim, dan lain-lain.

Hakikat pendidikan islam

Pendidikan Islam dalam paparan Filsafat itu diltetakan berdasarkan pada Nilai  yaitu nilai dasar Islam. Nilai dasar  islam mencerminkan  totalitas  sebuah  sistem pada keislaman, yaitu terdiri dari lima nilai universal, yaitu: tauhid tentang keimanan, ”adl tentang keadilan, nubuwwah tentang kenabian, khilafah tentan pemerintahan, dan ma'ad tentang hasil    hasil.

Dalam Encyclopedia  Britanica  disebutkan  bahwa nilai  adalah  sesuatu  yang  menentukan atau suatu kualitas obyek yang melibatkan suatu jenis atau apresiasi atau minat.

Menurut Milton dan James Bank, nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau  menghindari suatu tindakan, atau mengenai  sesuatu hal yang pantas  atau  tidak pantas  dikerjakan,  dimiliki  atau  dipercayai. 

Dengan  demikian,  nilai merupakan preferensi artinya prioritas, pilihan, kesukaan  yang  tercermin  dari  prilaku  seseorang,  sehingga  ia  melakukan atau tidak  melakukan  sesuatu. 

Dalam  kaitan  ini,  nilai  adalah  konsep,  sikap  dan keyakinan  seseorang  terhadap  sesuatu  yang  dipandang  berharga  olehnya. Ketika nilai  telah dilekatkan pada  sebuah  sistem,  maka ia akan  mencerminkan  paradigma,  jati  diri  dan  grand  concept atau konsep besar dari  sistem  tersebut,  Oleh  karena itu, nilai-nilai  dasar  pendidikan  Islam  bermakna  konsep-konsep  pendidikan  yang dibangun berdasarkan  ajaran Islam  sebagai landasan  etis, moral  dan  operasional pendidikan.  Dalam  konteks   ini,  nilai-nilai   dasar  pendidikan   Islam  menjadi pembeda  dari  model  pendidikan  lain,  sekaligus  menunjukkan  karakteristik khusus.

 

Filsafat pendidikan islam

secara umum filsafat pendidikan islam merupakan cara pandang atau dasar-dasar mengenai bagaimana islam melalukan proses pendidikan baik secara formal ataupun informal. Filsafat ilmu pendidikan islam pada dasarnya mengedepankan beberapa aspek yang menjadi penenganan dalam prosesnya.

a.Berorientasi pada Ketauhidan

Tauhid adalah dasar dari setiap ajaran yang disampaikan oleh semua Rasul. Karena tauhid dasarnya adalah meyakini bahwa Allah itu ada dengan berbagai macam sifatnya. Ia adalah Tuhan yang esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Secara istilah, tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya.

Bila dilihat dari pengertian tersebut, artinya ada potensi umat Islam untuk memiliki sesembahan seperti kepada malaikat, benda sakral, dan sebagainya. Dalam tauhid ada penekanan bahwa sesembahan hanya kepada Allah SWT.

“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam” (QS Al-Mu’min : 65).

Islam pada dasarnya mendasarkan ajaran dan aturannya berdasarkan pada Ketauhidan, yaitu berdasarkan atas apa yang telah Allah perintahkan. Konsep manusia dalam islam pun menjelaskan bahwa hidup, berkembang, dan matinya manusia adalah dalam kerangka menjalankan perintah Allah. Tidak ada aturan dan juga pengetahuan islam yang tidak berdasarkan atas ketauhidan. Untuk itu, Tauhid seperti bangunan yang merupakan pondasi-nya. Tanpa tauhid maka akan rusak dan rapuh lah segala ajaran pada manusia.

Dalam pendidikan islam, maka orientasinya adalah pada Ketauhidan pula. Dalam melakukan pendidikan dan ajaran-ajarannya kepada manusia, Tauhid menjadi nilai dasar yang harus ada. Untuk itu pendidikan islam senantiasa mengajarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, fungsi iman kepada Allah, manfaat beriman kepada Allah, dengan Allah sebaagai satu-satunya Illah yg layak untuk disembah.

Ajaran ini jika tidak dipedulikan maka akan berefek pada kesalahan cara pandang dan berpengetahuan. Misalnya saja bagi yang tidak beriman kepada Allah, sebagai ketauhidan, maka dia akan menganggap bahwa Alam semesta tidaklah ada pencipta, yang ada hanyalah materi yang berdiri sendiri. Untuk itu ada rukun islam dan rukun iman, yang menjadi basic ketauhidan dan ibadah kepada Allah SWT.

 

b.Berorientasi pada pembentukan Akhlak

Membahas akhlak tidak bisa lepas dari figur Rasulullah saw. karena beliau adalah hamba yang dipuji Allah karena keagungan akhlaknya, selain itu nabi diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Beliau bersabda, “Tidaklah aku diutus ke dunia kecuali untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (H.R. A Bazzar).

Akhlak menurut Imam Ghazali, adalah sesuatu yang mengakar kuat dalam jiwa seseorang dan mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa harus dipikir terlebih dahulu. Jika perbuatan yang dilakukan baik maka disebut akhlak mulia (akhlak mahmudah). Tetapi, jika perbuatan yang dilakukan jelek maka disebut akhlak tercela (akhlak madzmumah). Definisi ini memberikan pengertian bahwa perbuatan yang dilakukan bukan didasari keyakinan dalam jiwa tidak disebut akhlak. Begitu juga halnya perbuatan yang dilakukan tidak secara spontan, masih dipikir terlebih dahulu atau dibuat-buat (pencitraan) bukan termasuk kategori akhlak.

Misalnya, ketika ada orang yang mencalonkan diri menjadi pemimpin di suatu daerah, ia sebelumnya tidak biasa salat berjamaah di masjid, jarang menghadiri kajian, jauh dari ulama, jauh dari anak yatim, namun ketika mendekati waktu pemilihan terlihat sering ke masjid, mendatangi ulama, dan menyantuni anak yatim, maka hal itu tidak bisa disebut akhlak. Karena akhlak adalah tabiat atau kebiasaan yang mengakar kuat dalam jiwa karena sudah sering dilakukan dan menjadi kebiasaan, tanpa ada maksud apapun dalam melaksanakannya kecuali hanya untuk mencari rida Allah Swt.

Akhlak mulia diperoleh dengan cara bermujahadah (bersusah payah) pada awalnya agar menjadi kebiasaan pada akhirnya. Seperti orang yang ingin tulisannya baik, maka ia akan menulis terus menerus dan mengulangi berkali-kali. Ini bukanlah hal yang aneh bagi manusia, apalagi mereka diberikan akal dan pikiran. Binatang juga mengalami hal serupa ketika akan dirubah kebiasaannya. Kuda pada awalnya tidak bisa ditunggangi. Ia akan lari dan meronta ketika ada sesuatu di punggungnya. Kuda harus dipaksa membawa pelana, ditunggangi dan dicambuk untuk berjalan, berlari, atau berhenti sesuai permintaan tuannya. Pada akhirnya, kuda akan menjadi kendaraan yang bisa digunakan untuk melayani manusia. Begitu juga dengan anjing pemburu atau pelacak, pada awalnya tidak punya keahlian khusus dalam berburu atau mendeteksi benda-benda berbahaya. Tetapi, setelah melalui latihan terus menerus, akhirnya bisa menjadi anjing yang bisa diandalkan.

Akhlak mulia sangat berat pada awalnya untuk dilakukan oleh manusia. Butuh latihan dan pembiasaan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, sehingga manusia akan melakukannya dengan ringan dan tanpa pertimbangan apalagi paksaan. Pada akhirnya, ketika akhlak sudah menjadi kebiasaan, manusia akan merasakan nikmatnya. Bayi saat akan disapih dari susu ibunya sangat susah dan menguras air mata. Bayi bisa menangis sepanjang malam untuk mendapatkan ASI dari ibunya. Ibu juga tidak tega melihat anaknya meronta dan meminta. Ibunya juga berurai air mata menahan perasan iba kepada anaknya. Tetapi, ia harus tega demi kebaikan anaknya. Ibu menyapihnya demi kemandirian dan kedewasaan anaknya. Ibu tidak ingin anaknya bergantung terus menerus kepadanya. Anak harus dilatih, dan ini memang menyakitkan pada awalnya.

Syair dalam bahasa arab yang ditulis oleh Imam Busiri menyatakan, “Jiwa itu seperti bayi, jika dibiarkan akan terus menyusu kepada ibunya, namun jika engkau menyapihnya ia akan melepaskannya.”

Akhlak mulia induknya ada empat yaitu: hikmah, adil, keberanian, dan iffah (menjaga kehormatan). Hikmah adalah mendapatkan kebenaran dengan ilmu dan amal. Hikmah bisa dikatakan sebagai pangkal dari akhlak mulia. Allah berfirman, “Barang siapa diberi Al Hikmah, maka sungguh dia telah diberikan kebaikan yang banyak.” (Q.S. Al Baqarah: 269) Ibnu Abbas ketika mengomentari firman Allah, “walaqad ataina lukmanal hikmata” (Q.S. Lukman: 12) beliau mengatakan bahwa al hikmah di sini adalah akal, pemahaman, dan kecerdasan selain kenabian.

Sedangkan adil adalah kekuatan jiwa yang bisa mengendalikan amarah dan syahwat dan mengantarkan kepada al hikmah. Dan keberanian adalah emosi yang terkendali oleh akal pikiran dan digunakan untuk mengambil langkah serta tindakan. Sedangkan ‘Iffah (menjaga kehormatan) adalah menundukkan kekuatan syahwat dengan kekuatan akal dan syariat.

Akhlak yang mulia yang akan mengantarkan manusia ke dalam kehidupan yang penuh bahagia di dunia dan akhirat. Akhlak akan mengangkat derajat seseorang mencapai tingkatan malaikat. Sedangkan akhlak tercela akan membinasakan pelakunya. Seperti racun yang sangat berbisa. Akhlak tercela akan menjauhkan pelakunya dari rahmat Allah Swt. Wallahu A’lam.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (QS : An Nahl : 90).

Cara pandang islam adalah menitikberatkan pada pembentukan akhlak. Islam hadir juga untuk membenahi dan mengajak manusia pada akhlak yang baik. Tanpa agama, akhlak yang baik tidak akan bisa diketahui. Akhlak islam lahir dan berasal langsung dari Allah. Untuk itu. Bimbingan akhlak selain dari Allah tidak akan mampu memecahkan masalah.

Contoh pembahasan akhlak islam misalnya adalah sifat marah dalam islam dan sifat sombong dalam islam yang dilarang untuk dijadikan sebagai moral dan diberikan solusi untuk mengatasinya.

Pelajaran akhlak lain yang wajib untuk diberikan kepada manusia dan khususnya umat islam saat ini salah satunya adalah bagaimana pergaulan dalam islam. Banyak orang yang cerdas dan pintar, namun dalam hal akhlak dan etika pergaulan sangat jauh dari etika yang universal, mengedepankan moralitas dan keadilan. Untuk itu, pendidikan islam salah satunya pada pembentukan akhlak wajib memberikan ini pada ummat islam.

c.Berorientasi pada Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Kata Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan (dalam bahasa Inggris: science; dalam bahasa Arab: العِلْـمُ) memiliki pengertian “usaha-usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia”.

Ilmu adalah pengetahuan, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan telah disusun dengan baik. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkumi sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Pengertian secara ilmiah yang paling sering digunakan, ilmu adalah kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah. Pengetahuan merupakan akuisisi terendah yang diperoleh dari rangkaian pengalaman tanpa melalui kegiatan penelitian yang lebih intensif.

Namun, pada dasarnya ilmu dan pengetahuan itu berbeda. Perbedaan terlihat dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya. Dalam perkembangannya, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Dengan kata lain “Ilmu” berbeda dengan “ilmu pengetahuan”. Demikian juga “pengetahuan” yang berbeda dengan “ilmu pengetahuan”. Istilah “pengetahuan” sangat luas maknanya. Oleh karena itu, tambahan kata “ilmu” dapat mempersempitnya.

Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi, dengan kata lain ilmu terbentuk dari 3 cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi, jika ketiga cabang tersebut terpenuhi berarti sah dan diakui sebagai sebuah ilmu.

Ilmu pengetahuan ialah suatu proses pembentukan pengetahuan yang terus-menerus sampai menjelaskan fenomena yang bersumber dari wahyu, hati dan semesta sehingga dapat diperiksa atau dikaji secara kritis dengan tujuan untuk memahami hakikat, landasan dasar dan asal usulnya, sehingga dapat juga memperoleh hasil yang logis.

Ilmu pengetahuan merupakan usaha yang bersifat multidimensional, sehingga dapat didefinisikan dalam berbagai cara dan tidak baku.

Ilmu Pengetahuan dalam arti lainnya adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang didapatkan dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan menggunakan suatu metode tertentu.

Jadi, ilmu adalah segala proses kegiatan terhadap suatu keadaan dengan cara menggunakan alat, prosedur, cara, metode, sehingga menghasilkan pengetahuan baru bagi manusia itu sendiri.

Relevansi pengembangan ilmu pengetahuan adalah pada penelitian ilmu pengetahuan itu sendiri.

Pada dasarnya ilmu pengetahuan berkembang dari upaya manusia mencari jawaban atas berbagai pertanyaan seperti;

“ini apa?”;

“itu apa?”;

“mengapa begini?”;

“mengapa begitu?” dan

Selanjutnya berkembang menjadi pertanyaan “bagaimana hal itu terjadi?” serta “bagaimana memecahkannya?”.

Dengan dorongan ingin tahu tersebut manusia selalu ingin mendapatkan pengetahuan mengenai permasalahan yang tidak diketahuinya sehingga pada akhirnya muncul pengetahuan-pengetahuan baru yang dikenal sebagai ilmu pengetahuan (knowledgement) yang sistematis dan terorganisir. Dengan menggunakan akal dan pikiran yang reflektif, manusia merasa mampu memecahkan masalah yang dihadapi.

Surat  Al Isra : 36 “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.

Jadi Orientasi dari pendidikan islam salah satunya adalah mengembangkan ilmu pengetahuan hasil penelitian untuk kemaslahatan di masyarakat.

Ilmu pengetahuan adalah alat yang harus dikembangkan dan diteliti terus diproses untuk pemecahan masalah. Islam sendiri sangat menekankan sekali ilmu pengetahuan dan meminta semua pertanggungjawaban ilmu yang kita miliki. Bahkan ilmu pengetahuan sering kali disebut dengan sunnatullah yaitu bagian dari hukum Allah yang merupakan ayat tidak tertulis.

Fungsi agama pun juga salah satunya sebagai pengetahuan yang memberikan dasar, petunjuk, dan tuntunan kepada manusia. Dalam pendidikan hal ini tentu menjadi hal yang wajib untuk diajarkan.

d.Berorientasi pada Rahmatan lil Alamin

Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Kehadirannya bukan malah merusak, tapi justru melakukan pembangunaan dan penyelesaian masalah untuk kebaikan, keadilan, dan kesejahteraan manusia. Ada juga keutamaan adil terhadap diri sendiri dan keadilan terhadap orang lain yang diajarkan islam. Tidak ada satupun ajaran islam yang bertentangan dengan fitrah manusia.

Islam yang membawakan nafas terorisme, pembunuhan, kekacauan hakikatnya bukan Islam itu sendiri. Ajaran islam senantiasa membawa solusi, kedamaian, dan juga toleransi dengan tidak harus menyamakan semua ajaran agama. Islam selalu menekankan pada fitrah yang bahagia, memberikan manfaat, dan juga menyelesaikan permasalahan umat. Hal ini sebagaimana hakikat manusia menurut islam yang memiliki fitrah mencari bahagia, kedamaian, dan keadilan. Bukan mengarah pada kerusakan, kebencian, dan kehancuran.

Tidak ada satu nabi dan rasul pun yang diturunkan Allah untuk keburukan dan membawakan keburukan. Setiap dari mereka senantiasa mengajarkan akhlak dan juga kebaikan yang dibawa di masyarakatnya. Macam-macam mukjizat nabi pun memberikan bukti bahwa mereka senantiasa dibimbing Allah untuk kebaikan di masyarakatnya. Membawakan perubahan yang lebih baik. Bisa kita lihat bagaimana Nabi Muhammad dalam membangun mekkah yang awalnya jahiliah menjadi yang berlandaskan tauhid.

Untuk itu, pendidikan islam harus pula mengajarkan bagaimana sesama manusia dan antar umat beragama saling bertoleransi. Toleransi tidak berarti mengikuti dan mencampurkan agama, akan tetapi saling menghargai pilihan beribadah dan kepercayaan masing-masing. Ada banyak manfaat toleransi antar umat beragama, salah satunya menjadikan masyarakat lebih damai, aman, dan tentram.

e.Dasar Filsafat Pendidikan Islam

Islam memiliki dasar-dasar dalam filsafat dan tujuan pendidikan islam. Dasar pendidikan islam adalah dasar dari islam itu sendiri yang tidak boleh bertentangan dan bersebrangan dengan landasan islam itu sendiri.

1.Al-Quran

Al-Quran adalah dasar dari petunjuk umat islam. Termasuk dalam pendidikan pun, islam 

 

mendasarkannya pada ajaran yang telah disampaikan oleh Al-Quran. Al-Quran adalah hidayah Allah kepada manusia yang merupakan petunjuk-petunjuk kebenaran. Tidak semuanya dalam Al-Quran memiliki petunjuk teknis, namun dalam aspek dasar atau prinsip Al-Quran telah mengajarkannya.

 

2.Ajaran dan Sunnah Rasul

Ajaran dan Sunnah Rasul adalah petunjuk umat islam juga yang harus diikuti. Secara umum sunnah dan ajaran rasul secara prinsip tidak mungkin bertentangan dengan Al-Quran. Untuk itu, dalam pelaksanaan secara teknis bisa berbeda namun secara prinsip maka tidak boleh bertentangan.

Misalnya, dulu Rasulullah dalam teknis melakukan pendidikan belum ada teknologi dengan berbagai macam seperti sekarang seperti Infocus, Video, Laptop dsb. Asalkan tidak dimanfaatkan untuk hal-hal negatif, tentu islam sangat memperbolehkan bahkan lebih baik jika memiliki teknologi yang dikembangkan oleh orang-orang islam pula.

f.Ilmu Pengetahuan dan Hukum-Hukum Universal

Ilmu pengetahuan dan hukum-hukum universal adalah yang juga harus dikembangkan dan dijadikan landasan oleh umat islam dalam menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah yang tidak berdasarkan pengetahuan dan hukum universal tentunya akan melanggar fitrah dari manusia itu sendiri.

No comments:

Post a Comment

Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22

  Soal UAS Pendidikan Luar Sekolah Tahun 21/22 Tulislah identitasmu;    Nama                  :   .................................. So...