Pokok bahasan
tentang
lmu, Etika, dan Kebudayaan
1. Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti
mengerti, memahami dengan benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan), scire (mengetahui). Sinonim yang paling
dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme.
Pengertian ilmu
yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tetang suatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode–metode tertentu, yang dapat
digunakan untuk menerangkan tentang gejala–gejala tertentu dibidang pengetahuan
itu.
Gejala adalah perihal tentang keadaan dari
suatu peristiwa tertentu yang tidak biasa yang menimbulkan sesuatu untuk secara
patut diperhatikan, gejala juga bisa diartikan ada kalanya menandakan akan terjadi sesuatu,
sehingga dapat menarik perhatian seorang pemikir untuk diteliti menjadi sebuah
ilmu.
Pengertian kata “ilmu” secara bahasa
adalah pengetahuan tentang sesuatu yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang itu (Bakhtiar, 2007).
Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia ilmu itu memiliki arti pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara sistematis berdasarkan metode atau aturan tertentu,
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang gejala tertentu dalam bidang
ilmu pengetahuan.
Melihat dari bahasa, penggunaan kata
Bersistem, sistematis asal katanya dari kata sistem, sistem merupakan suatu
susunan yang teratur berpola yang membentuk suatu wujud keterkaitan antar
komponen meliputi keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sistem itu terdiri
dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur menurut pola
tertentu, dan membentuk satu kesatuan sebagai sebuah sistem dan bahasa sekaligus
bersifat sistematis. Bersifat Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan
sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem
yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian
sebab akibat menyangkut obyeknya.
Menurut Chaer (1995 : 15), Bersistem artinya
susunan yang teratur berpola berbentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau
berfungsi. Bahasa terdiri atas unsur -unsur yang secara teratur tersusun
menurut pola tertentu dan membentuk suatu kesatuan. Bahasa selain bersifat
sistematis juga bersifat sistemis, artinya bahasa itu tidak bersistem tunggal
melainkan terdiri atas beberapa subsistem yakni subsistem fonologi, morfologi,
sintaksis, dan leksikon.
Menurut Suria sumantri (2001:3). Ilmu itu merupakan salah satu hasil
pemikiran manusia dalam
menjawab sebuah pertanyaan. Sementara itu, Paul Freedman dalam The Principles
of Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai suatu bentuk aktivitas
manusia yang apabila melakukannya kita memperoleh suatu pengetahuan yang
lebih lengkap dan cermat tentang alam semesta di masa yang lampau, masa
sekarang dan masa yang akan datang, serta suatu kemampuan untuk beradaptasi dan
mengubah lingkungan serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
Dari beberapa pengertian ilmu diatas
maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa ilmu adalah seperangakat pengetahuan
yang merupakan hasil pemikiran manusia yang memiliki metode atau cara tertentu
yang berguna untuk umat manusia agar manusia dapat bermanfaat bagi kehidupannya
sendiri dan bagi kehidupan orang lain di masa sekarang dan dimasa yang akan
datang.
Berdasarkan hal tersebut Van Melsen dalam
Suraijyo mengemukakan ada delapan ciri yang menandai ilmu itu, yaitu:
1.Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang
secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian dengan metode
maupun harus dengan susunan logis.
2.Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan
tanggung jawab ilmuwan.
3.Universalitas ilmu pengetahuan, semua ilmu yang diketahui itu bersifat
universal.
4.Obyektivitas,
artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subyektif.
5.Ilmu
pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. Ilmu
pada dasarnya sudah diakui oleh peneliti ilmiah. Terdapat kesepakatan yang
sesuai dengan fakta dan pengetahuan yang ada.
6.Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah
sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-perta-nyaan baru dan menimbulkan
problem-problem baru lagi.
7.Kritis, artinya tidak ada teori yang definitif, setiap teori terbuka bagi
suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
8.Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertauan antara
teori dengan praktis.
2. Kebudayaan
Kata “kebudayaan” berasal dari kata
Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi”
atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan akal.
Akal adalah kemampuan pikir manusia
sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia untuk membedakan antara benar dan salah dan kemampuan untuk
menganalisis sesuatu pengalaman yang luas sangat tergantung dan tingkat
pendidikan, formal atau informal, pemilik manusia. Berpikir adalah
perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan
peningkatan hidup manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi akal
adalah untuk berfikir. Kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi
mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk
memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku.
Pengertian dari
sisi bahasa kata Kebudayaan dan Budaya memiliki pengertian yang berbeda. Ada
yang mengira budaya adalah singkatan dari kebudayaan itu sendiri sehingga
banyak yang salah presepsi tentang kebudayaan.
Sampai saat
ini pun ada banyak ahli filsafat yang berbeda pendapat tentang budaya dan
kebudayaan. Secara umum kedua hal ini memiliki pengertian yang berbeda. Yakni,
budaya selalu mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia, sedangkan kebudayaan selalu diartikan sebagai suatu kebiasaan yang
diolah atau yang dikerjakan. Untuk lebih jelas mengenai kebudayaan ini, simak
pembahasan berikut mengenai pengertian kebudayaan secara universal.
Kebudayaan ialah cara berpikir dan
cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok
manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu. Cara
berpikir dan cara merasa itu menyatakan diri dalam cara berlaku dan cara
berbuat.
Jadi kebudayaan meliputi seluruh
kehidupan manusia. Segi kehidupan yang dimaksud identik dengan apa yang
diistilahkan oleh antropologi dengan kultural universal atau pola kebudayaan
sejagat, yaitu segi-segi kebudayaan yang universal ditemukan dalam tiap
kebudayaan. Antara masyarakat dan kebudayaan terjalin hubungan dan pengaruh
yang sangat dekat.
3. Etika Keilmuan
Kata “etika” berasal dari bahasa
Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Dalam bahasa Latin, etika disebut dengan moral (Mos/Mores) yang
memiliki pengertian adat kebiasaan atau kesusilaan.
Secara Terminologi etika adalah
cabang ilmu filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia
dalam hubungannya dengan baik dan buruk. Yang dapat dinilai baik dan buruk
adalah sikap manusia yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakaan,
kata-kata, dan sebagainya.
Aholiab Watloly (2010) telah
meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal memahami tanggung jawab pengetahuan
dan keilmuan. Istilah tanggung jawab secara etimologis menunjuk pada dua sikap
dasar ilmu dan ilmuwan. Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu
adalah sifat keterbatasan, dalam arti bahwa tanggung jawab itu sendiri tidak
diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi
merupakan pemberian kodrat.
Etika keilmuan merupakan etika
normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yng dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika
keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral,
yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku
keilmuwannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuwan yang dapat mempertanggung
jawabkan perilaku ilmiahnya.
Pokok persoalan dalam etika keilmuan
selalu mengacu kepada elemen-elemen kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan
dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan).
Hati nurani disini adalah
penghayatan tentang yang baik dan yang buruk, dan dihbungkan dengan perilaku
manusia. Nilai dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan
norma moral.